Tuesday, December 8, 2009

Bahasa Indonesia sebagai refleksi Nasionalisme

Seingat saya keberadaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa ada disebut-sebut dalam Sumpah Pemuda dan juga UUD 1945. Hal ini menunjukkan betapa tingginya makna bahasa Indonesia bagi masyarakat Indonesia. Namun sangat ironis, bahasa Indonesia saat ini menjadi bahasa yang (ada kemungkinan) akan tersingkir dari bumi Indonesia.
Lihat para petinggi negeri ini yang (mungkin merasa hebat atau percaya diri) untuk menggunakan istilah-istilah asing ketika mereka berbicara di media, dan lihat juga beberapa media didalam negeri yang bahasa Indonesianya sudah dijadikan "gado-gado" dengan bahasa asing (umumnya bahasa Inggris). Apakah hal ini mendidik ? Emmm mungkin tidak ya !! Memang tidak ada larangan bagi kita untuk menggunakan bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari. Namun alangkah baiknya kalau kita melestarikan penggunaan bahasa kita sendiri. Saya yang saat ini bertugas di sebuah stasiun siaran asing yang menyiarkan program bahasa Indonesia sering kali ditanyakan oleh rekan kerja saya tentang bahasa yang digunakan media-media di Indonesia. Tugas saya adalah untuk mengoreksi pekerjaan teman-teman warga asing yang menuliskan naskah acara dalam bahasa Indonesia. Bahasa yang kami gunakan bisa dikaterikan baku atau formal. Maka jika mereka mendengarkan ataua membaca sebuah artikel harian di Indonesia mereka akan bertanya mengapa bahasanya yang digunakan banyak dari istilah asing, kan bahasa Indonesia sendiri memiliki kata itu. Jika saya jawab hal itu dilakukan untuk membuat sebuah artikel lebih menarik atau sebagai variasi agar tidak terdapat penggunaan kata-kata yang berulang-ulang, mereka kemudian akan bertanya apakah untuk kata tersebut bahasa Indonesia tidak memiliki padanan. Singkatnya sebagai orang asing yang bekerja di badan penyiaran negara mereka namun menyiarkan program-progran bahasa Indonesia hal ini terasa aneh bagi mereka. Mereka tidak dapat memahami hal ini. Menurut saya hal itu wajar, benarkan ??

Tuesday, November 17, 2009

Bhineka Tunggal Ika, Pusaka Abadi Nan-Jaya

"Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan-jaya. Indonesia sejak dulu kala selalu dipuja-puja bangsa". Itulah sepenggal syair lagu yang "mungkin" sebagian besar rakyat Indonesia sudah hafal dan paling tidak pernah mendengarnya.
Namun pertanyaannya sekarang adalah, benarkah Indonesia (budayanya) masih menjadi pusaka bagi rakyatnya, benarkah Indonesia masih dipuja-puja bangsa dengan kondisinya saat ini ? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing yang masih mengaggap dirinya anak bangsa.
Beberapa waktu lalu saya bertemu dengan William Wongso dan Obin, dua orang putra-putri bangsa yang tentu sudah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. William Wongso dengan resep masakannya, dan Obin dengan kain tenunannya.
Kami bertemu di Seoul, Korea Selatan karena mereka sedang menjalankan urusan masing-masing.
William Wongso datang ke Seoul karena diangkat sebagai duta promosi wisata Korea, hal ini berangkat dari acara tayangan Cita Rasa William Wongso disebuah stasiun tv di Indonesia.
Dengan pengangkatan itu William Wongso akan mempromosikan masakan Korea di Indonesia melalui acara tv tersebut, (bukan masakan Indonesia di Korea).
Sementara itu Obin datang ke Seoul untuk mempersiapkan sebuah pameran hasil karyanya yaitu kain tenunan dan batik yang sudah dijadikan sebagai warisan budaya internasional oleh UNESCO.
Menurut saya kedua orang ini sangat berpotensi untuk mempromosikan Indonesia (kebudayaannya) ke masyarakat global. Dan... saya yakin masih banyak anak-anak bangsa yang memiliki kemampuan dan keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai "pusaka abadi nan-jaya yang dipuja-puja bangsa".
Satu hal yang menarik dari jawaban kedua orang ini, ketika saya tanyakan tentang kepedulian pemerintah dalam melestarikan sekaligus mempromosikan budaya nasional. Mereka menjawab, pemerintah Indonesia sudah terlalu sibuk jadi alangkah baiknya jika kita (anak bangsa) tidak terlalu menggantung harapan pada pemerintah. Mungkin ada benarnya, walaupun tidak 100%.
Saya masih ingat, seorang mantan menteri pariwisata Indonesia era presiden Soeharto pernah mengatakan Indonesia sangat kaya akan budaya dan luas wilayah. Jika peta Indonesia di letakkan di atas peta Eropa, maka Indonesia sama dengan 30 negara di Eropa. Artinya, jika semua tradisi-budaya itu digali, dilestarikan sekaligus dipromosikan, maka semua itu menjadi "kekuatan pemersatu" sekaligus "sumber pendapatan nasional". Kita harus dapat menjelaskan bahwa "suku batak" itu berbeda dengan "suku jawa", sama berbedanya antara "orang Inggris" dengan "orang Jerman". Bahasa suku Asmat di Irian Jaya sangat berbeda dengan bahasa Aceh, seperti halnya bahasa Prancis dan bahasa Rusia. Rasa masakan orang Ujung Pandang di Sulawesi berbeda dengan Pontianak di Kalimantan, seperti halnya Italia dan Turki, dsb.
Namun semua perbedaan ini di kemas dalam satu wadah yang bernama "Negara Kesatuan Republik Indonesia". Kalau begitu apa yang kurang ??? Tidak ada yang kurang !!! Tinggal bagaimana kita mengelolanya, serta mendidik generasi muda kita untuk lebih mengenal, mencintai dan peduli tradisi-budaya bangsa, sehingga Bhineka Tunggal Ika dan lagu Indonesia Tanah Air Beta, buka hanya simbol dan retorika belaka.

Tuesday, November 10, 2009

Ujian Masuk Universitas Perjuangan "hidup-mati" bagi Pelajar Korea

Pendidikan adalah salah satu modal yang sangat penting dalam menggapai cita-cita atau menjalani hidup ini. Walaupun kadang kala keberhasilan seseorang itu tidak sejalan dengan latar belakang pendidikan yang dia miliki. Misalnya seorang dokter menjadi pegawai bank atau seorang insinyur sipil menjadi juru masak di hotel berbintang . Hal-hal seperti ini tidak jarang kita temukan dalam masyarakat. Nah...itulah kehidupan...
Tapi satu hal yang jelas adalah pendidikan itu penting !!! Anda pasti setuju !!!
Nah bicara tentang betapa pentingnya pendidikan itu, di Korea banyak orangtua yang sudah mempersiapkan anak-anak mereka mulai dari Sekolah Dasar hingga SMU agar dapat memasuki perguruan tinggi bergengsi.
Anak-anak yang masih membutuhkan waktu bermain itu di "genjot" dengan berbagai aktifitas yang para orangtua yakini akan membantu anak-anak mereka untuk masuk universitas. Anak-anak SD akan dibebani dengan berbagai pendidikan tambahan dengan belajar di kursus (Hagwon). Aktifitas mereka di sekolah dimulai pukul 8.30 dan akan kembali kerumah setelah malam sekitar pukul 7.00 atau 8.00. Itu untuk anak SD, anda tentu bisa bayangkan bagaimana beban yang diterima pelajar SLTP atau SMU. Mereka banyak yang stress.....Itulah kenyataan yang ada. Ini Korea !!! Perjuangan mereka adalah bagaimana caranya agar bisa diterima di perguruan tinggi. Ya, belajar dan belajar keras.....
Sebagai info tambahan sistem pendidikan dasar, menengah dan atas di Korea sedikit agak berbeda dengan di Indonesia. Kalau di Indonesia ada ujian naik kelas, dan ada juga ujian kelulusan yang SD, SMP dan SMU, namun di Korea ujian seperti boleh dikatakan tidak ada. Naik kelas dan lulus 100%. Nah...tantangannya adalah ketika mau masuk universitas itu !!! Ketika masih duduk di kelas tiga SMU semester kedua mereka sudah ikut ujian masuk universitas. Hasil ujian itulah yang akan menentukan apakah mereka akan diterima atau tidak, kalau diterima di universitas mana?. Nilai yang diperoleh menjadi penentu, kalau tinggi...katakan A atau A+ maka akan lebih leluasa memilih universitas, tapi kalau dibawah standar nasional ya...wassalam...
Sebegitu pentingnya ujian masuk universitas di Korea, sehingga pada hari itu jam masuk kantor ditunda 1 jam, untuk menghindari kemacetan, kendaraan militer juga disiapkan untuk membantu kalau ada mahasiswa yang tidak mendapat alat transportasi, bahkan penerbangan juga mengalami perubahan jadwal atau jalur penerbangan untuk menghindari kebisingan. Bagaimana... gila nggak ??? Tapi inilah Korea...negara yang miskin sumber daya alam namun kaya sumber daya manusia. Kita bisa ? Insyaallah !!!

Tuesday, October 27, 2009

Makgeoli, air tapai kebanggaan Korea

Anda pernah mendengar kata Makgeoli atau meminumnya?
Makgeoli adalah sejenis minuman tradisional Korea yang saat ini sedang gencar-gencarnya dipromosikan ke seluruh dunia, (katanya sih begitu..). Makgeoli adalah minuman keras tradisonal yang dihasilkan dari permentasi beras biasa bukan ketan, seperti tapai di Indonesia.
Jadi, dari segi rasa, ya tidak jauh berbeda dengan air tapai ketan. Perbedaannya hanya pada warna dan mungkin baunya. Warna Makgeoli agak sedih lebih putih dan baunya kurang begitu tajam, dan kadar alkoholnya sekitar 5%. Ini mungkin hanya karena cara pengolahan dan bahannya. Di Indonesia tapai ketan biasanya menggunakan ketan hitam (merah) maka warna juga menjadi merah..

Nah, yang menarik disini adalah ambisi pemerintah Korea terutama istansi terkait untuk menjadikan minuman ini mendunia, mungkin ingin meniru sake dari Jepang atau champagne dan anggur dari Eropa. Untuk mencapai hal itu, berbagai usaha telah dilakukan, termasuk menjadikan minuman ini sebagai minuman dalam jamuan kenegaraan, minuman dalam penerbangan suatu perusahaan penerbangan Korea dan lainnya.
Kalau berhasil..tentu ini adalah hal yang luar biasa. Bayangkan minuman "petani" ini (pada jamannya minuman ini lebih populer dikalangan petani), menjadi minuman global.
Suatu hal yang positif dalam mempromosikan minuman ini adalah dukungan dari media massa Korea dalam mendukung program-program pemerintah yang menyangkut ambisi Korea untuk lebih dikenal dunia. Walaupun terkesan terlalu berlebihan atau bombastis, media Korea tidak akan malu-malu mengatakan bahwa minuman ini telah dikenal baik warga Amerika, misalnya, walaupun sebenarnya yang minum adalah warga Korea yang tinggal di Amerika, atau hanya 100 orang dari sekian ratus juta penduduk Amerika.

Seperti saya katakan, dalam hal ini tetap ada aspek positif yang bisa kita ambil. Misalnya, Indonesia yang memiliki begitu banyak dan beragam jenis minuman (baik tradisional maupun tidak) tentunya harus lebih dikenal dunia atau mengglobal. Dari buah-buahan saja kita bisa membuat puluhan jenis minuman yang negara lain tidak bisa buat karena mereka memang tidak memiliki bahannya, belum lagi tumbuhan lainnya... bayangkan...

Namun...tentu untuk mencapai semua itu kita juga perlu kerjasama. Kerjasama antara petani, pengusaha, pemerintah, media massa dan pihak terkait lainnya...Kita perlu kerja keras !!
Ada beberapa teman saya dari Korea, yang sudah pernah berkunjung atau tinggal untuk sementara di Indonesia yang mengatakan, "Indonesia akan sulit mencapai kemajuan seperti yang dicapai Korea, karena alamnya terlalu kaya sehingga walaupun rakyatnya tidak bekerja keras, juga tetap dapat bertahan hidup". Mungkin pendapat teman saya itu ada benarnya. Karena kondisi alam dan sosial serta budaya kita kita jadi "manja" dan "terlena" hingga lupa kalau ada banyak kekayaan yang bisa kelola sendiri untuk kesejahteraan kita sendiri.
Bisa ? InsyaAllah !!!

Monday, October 19, 2009

Suku Cia-cia Buton dan Huruf Hangeul

Beberapa waktu lalu sebuah suku yang menghuni sebuah daerah di Buton menjadi berita utama bahkan masuk kategori berita internasional di media-media Korea. Nama suku itu adalah Cia-cia. Mungkin sebagian besar orang Indonesia belum pernah mendengar nama suku itu. Tapi mengapa mereka menjadi topik pembicaraan di Korea ? Bahkan presiden Lee Myung-bak sendiri pernah menyebut-nyebut nama suku itu dalam peringatan hari penciptaan huruf Korea Hangeul tanggal 9 Oktober lalu.
Penyebabnya adalah suku Cia-cia (pemda) ternyata telah menandatangani suatu kesepakatan untuk menjadikan huruf hangeul sebagai huruf resmi dalam menuliskan bahasa daerah mereka. Katanya alasannya adalah khawatir bahasa daerah suku Cia-cia akan punah, jadi untuk melestarikannya mereka perlu memiliki huruf sendiri untuk menuliskan bahasanya. Secara pribadi saya melihat alasan ini terlalu dibuat-buat alias kurang logis. Pertanyaannya adalah sudah berapa tahun suku atau bahasa Cia-cia hidup dibumi Buton ? Apakah selama ini mereka mengalami hambatan dalam berkomunikasi atau menuliskan bahasa daerah mereka ? Apakah selama ini ada gejala bahasa itu akan punah kalau dituliskan dengan huruf latin ? Apakah tidak ada huruf asli yang berasal dari wilayah negeri tercinta yang dapat digunakan untuk menuliskan bahasa mereka (huruf jawa, batak, bali dll) ? Mengapa harus menggunakan huruf negara lain yang jelas tidak mempunyai hubungan sejarah apapun dengan keberadaan suku tersebut ? dan banyak lagi pertanyaan yang harus dijawab.
Bagi bangsa Korea sendiri diterimanya huruf hangeul oleh suku Cia-cia sebagai bahasa tulis mereka adalah suatu keberhasilan yang luar biasa (ini yang pertama di dunia). Kita semua tahu bahwa saat ini pemerintah Korea sedang gencar-gencarnya mengglobalisasikan budaya Korea termasuk bahasanya. Belajar suatu bahasa asing itu adalah suatu keharusan dalam era globalisasi sekarang, namun menerima huruf bangsa lain untuk menjadi huruf resmi bahasa (daerah) kita adalah suatu "penghianatan" terhadap para leluhur kita yang sudah menurunkan bahasa itu sejak jaman dahulu kala. Melestarikannya ? Pasti Perlu. Kalau belum punya huruf, ya ciptakan huruf. Sulit ? Tidak bisa ? Perlu waktu ? Ya...ambillah huruf daerah yang masih memiliki hubungan sejarah (darah) dengan bahasa kita.
Kita semua tahu bahwa keberhasilan Korea saat ini adalah berkat kerja keras dan rasa kebangsaan (nasionalisme) serta patriotisme yang sudah berakar sejak dahulu kala. Karena rasa nasionalisme dan patriotisme yang kuat itulah, maka bangsa Korea yang masih tinggal di Korea akan selalu mengelu-elukan atau membangga-banggakan warga negara lain yang masih keturunan Korea. Walaupun seseorang itu sudah menjadi warga negara lain dan kalau dia berhasil maka masyarakat Korea terutama medianya akan selalu menyebut orang tersebut sebagai orang Korea, anda bisa bayangkan kalau Barack Obama pernah tinggal di Korea, apa kata dunia...eh maksud saya media Korea ????
Nah kalau bangsa Korea memiliki nasionalisme dan patriotisme yang kuat, mengapa kita tidak ??? Silahkan renungkan wahai anak-anak bangsaku !!!!
Sekarang kita tidak perlu mencari kambing hitamnya (karena kalau sengaja dicari harganya jadi mahal heheh...). Kita tidak perlu mempertanyakan apa yang sudah diterima atau didapatkan warga atau pemda Cia-cia dari pemerintah atau Lembaga Pusat Bahasa Korea sehingga mereka bersedia menerima huruf hangeul sebagai huruf resmi mereka. Kalau alasannya keadaan ekonomi di daerah setempat atau imbalannya lainnya, betapa kasihannya kondisi bangsa kita.
Mari kita bangkit tunjukkan kepada dunia kalau kita masih punya harga diri, kalau kita juga adalah bangsa yang bermartabat, bangsa yang mempunyai nilai-nilai budaya yang harus dilestarikan. Mana nasionalisme dan patriotisme mu, wahai anak Ibu Pertiwi tercinta....

Monday, June 22, 2009

Sudahkah anda tahu, Korea Selatan ?

Sudahkah anda tahu kalau saat ini Korea Selatan dan Korea Utara secara teknis masih berada dalam keadaan perang ?
Perang saudara yang berlangsung antara tahun1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian mengakhiri peperangan, artinya kedua negara berada dalam keadaan perang walaupun tidak ada perang konvesional yang melibatkan angkatan bersenjata kedua negara secara langsung.